Cast :
Moon Geunyoung
Yesung Super Junior
Yoona SNSD
P.S :
Aku / ku => Moon Geunyoung a.k.a Geunyoung
Kamu / dirimu / mu => kim Jongwoon a.k.a Yesung
Dia / Ia / nya => Im Yoona a.k.a Yoona
A/N : Annyeonghaseyo J Delvi imnida. Ini FF oneshoot YeMoon pertama yang bisa aku selesaikan dengan baik, walau hasilnya mungkin tak terlalu memuaskan. FF ini gaje? Hehe, saya kan juga gaje. Walau gak menang tapi aku harap juri nya bisa ngasih aku kritik dan saran. Habisnya setiap aku bikin ff gak ada yang kasih komen. Aku belum punya reader, soalnya baru mulai didunia perFFan. Kok aku malah curhat ya?? Yaudah deh, HAPPY READING 😀
-Geunyoung’s POV-
South korea, Cheonnan
“aku akan kuliah di Seoul” perkataanmu saat itu benar-benar hampir membuat jantungku berhenti.
“apa?? Seoul? Kau akan ke Seoul dan meninggalkan aku disini?” reaksiku atas ucapanmu.
“Oh, bukan. Maksudku bukan aku, tapi kita. Kita akan kuliah di Seoul.” Pernyataan yang lebih gila dari pada yang aku dengar sebelumnya.
“kau gila? Semua keluargaku disini, mereka juga tidak mungkin punya biaya untuk kuliah ku disana. Disini saja aku tidak kuliah.”
“hey, kau dan aku itu pintar. Dengan melampirkan berbagai sertifikat saja kita bisa diterima di Inha University. Dan aku sudah melakukannya. Biaya kuliah disana GRATIS!” kau menekankan suara pada kata gratis, memangnya aku akan tergoda ha?
“dari mana kau mendapatkan semua sertifikatku?” ucapku setengah kesal, dia tidak mencuri kan?
“ibumu sangat percaya padaku. Sudahlah jangan banyak tanya, besok kita berangkat” hampir saja kau pergi meninggalkanku di taman itu, untunglah reflek tanganku segera menarikmu.
“aku tidak mau!! Disana pasti akan banyak perempuan yang lebih menarik dari pada aku. Dan laki-laki mana yang akan menolak pesona gadis kota? Hanya laki-laki bodoh yang akan melakukannya. Pasti kau akan mencari yang lebih cantik disana. Tidak mau!” bersikeras dengan pendapatku.
Kau menoleh menatapku tepat di manik mata. Hah, kenapa matamu selalu bisa membuatku bergetar? “kau yang terbaik. Aku tak akan menemukan yang lebih baik. Dan laki-laki bodoh yang telah menolak pesona gadis kota itu adalah aku.” Berakhir dengan sebuah kecupan di keningku. Kalau sudah begini aku bisa apa?
*vii9_9vii*
South Korea, Seoul
Lagi-lagi mimpi itu yang datang dalam lelapku malam ini. Sudah sebulan terakhir. Sebulan terakhir sejak sifatmu mulai tak jelas. Sejak sifatmu sudah sangat berbeda. Seperti hari ini dan hari-hari sebelumnya. Aku kau suruh pulang sendiri dan pada akhirnya aku menyendiri di apartemen ini. Dan kau? Tak jelas kau berada dimana, dan sedang melakukan apa. Yang mungkin aku ketahui kau pasti sedang bersama dia yang harus kau kencani.
Drrtt,,,,,
Getaran handphone yang terletak disisi kasur itu memaksaku untuk segera bangkit dari tempat nyaman ini. Sudah pukul 1 pagi. Siapa yang menelfon? Mungkinkah kau? Tapi untuk apa? Kau sendiri tahu kode apartemen ini.
“Geunyoung-ah, kau sudah tidur?” ternyata benar suaramu yang terdengar dari ujung sana.
“emm, tadi sudah, tapi terbangun karena mimpi buruk. Ada apa? Kau belum pulang” dan aku sedikit kecewa saat mendengar suara seorang wanita dari ponselmu.
“tolong tetaplah dikamar. Jangan keluar. Aku mohon” permohonan apa ini? Memangnya ada apa?
“ada apa?” pertanyaan singkat namun entah mengapa kau tidak bisa menjawab.
“hanya ikuti kata-kata ku” dan selanjutnya sambunganpun terputus secara sepihak.
“Jongwoon…” ah, bodohnya aku. Tak akan ada guna juga aku berteriak memanggilmu. Baiklah, aku akan mendengarkan kata-katamu. Karena selama ini aku tak pernah ingkar dari semua ucapanmu yang sudah berstatus sebagai tunanganku.
30 menit berikutnya terdengar bunyi pintu apartemen dibuka. Itu pasti dirimu Kim Jongwoon. Ingin sekali aku berlai kesana dan menyambutmu. Namun mengingat pesanmu tadi aku mengurungkan niat. Selain itu juga karena sebuah suara yang tak kukenal….
“oppa, ini dimana??” suara seorang wanita yang kurasa ia dalam keadaan mabuk. Jadi inikah alasanmu atas perintah tadi?
“apartemenku. Malam ini kau menginap disini saja. Aku benar-benar tak bisa mengantarmu pulang” ah, itu suaramu.
Percakapan singkat yang menurutku tak penting untuk ku ingat. Selanjutnya yang kudengar pintu kamarmu yang terletak tepat disamping ruangan tempatku berdiam terbuka.
“oppa mau kemana? Jangan tinggalkan aku” yang kubayangkan adalah wanita itu menahanmu disana.
“kau tidur disini. Aku aku akan tidur di mmpphhh…….” Demi apapun aku tidak bisa dan tidak akan mau membayangkan apa yang terjadi disana. Cukup aku mendengarkan semuanya.
“ Yoona-ah, apa yang kau lakukan” itu kata-kata terakhir yang kudengar sebelum aku memakai earphone dan memutar lagu dengan volume ekstrim dari iPod ku. Harusnya aku sudah mempersiapkan diri untuk keadaan semacam ini. Saat kau bukan hanya untukku lagi. Tapi sungguh, aku benar-benar tidak bisa. Bahkan sekedar untuk mencoba.
*vii9_9vii*
6 a.m, Sunday
Tak terlelap sedikitpun sejak kedatanganmu –dan juga dia- tadi malam. Entah kenapa aku hanya bisa menangis dengan earphone terpasang, masih dengan volume tak wajar.
“Geunyoung-ah…” ternyata kau masih ingat akan aku yang masih berada di apartemen ini.
“jadi itu alasanmu? Dan dia yang akan berbagi denganku?” pertanyaan telak langsung dariku. Sepertinya dirimu cukup terkejut dengan itu.
“yah” dengan jawaban singkat kau melangkah kearahku. Sementara aku malah semakin menarik selimut dan bergelung didalamnya. Tampaknya aku kedinginan. Tapi sungguh, aku tidak. Aku benar-benar diambang ‘kepanasan’ku saat ini.
“volumenya terlalu keras, kau bisa tuli sayang” duduk dikasur milikku dan kau melepaskan earphone dari telingaku. Selanjutnya bibirmu mendarat dibibirku. Melumatnya dengan lembut. Tapi aku merespon sedikitpun tidak. Membiarkanmu mengambil hak yang kau sebut dengan Morning Kiss.
“kalau kau harus pulang malam hanya untuk menemaninya. Atau bahkan tak pulang untuk dia, dan menginap di hotel mana saja aku masih sanggup. Karena setidaknya aku tak akan tahu apa yang kalian perbuat. Tapi aku benar-benar tak bisa kalau mengetahui langsung apa yang kalian lakukan. Walaupun itu hanya akan ada dipendengaranku.” Kutumpahkan apa yang ingin kusampaikan kepadamu. Tak akan tahan lagi jika harus aku tahan sendiri.
“mengertilah aku. Dia adalah tanggung jawabku sayang” kau ikut merebahkan diri dan masuk dalam selimut bersamaku. Menatap mataku tepat di manik mata. Tolong, jangan kau tatap aku dengan itu. Karena kali ini aku tak ingin luluh karenamu.
“lalu aku? Sebulan ini aku selalu memimpikan hal yang sama. Kejadian lima tahun lalu saat kau mengajakku untuk kuliah disini. Saat kau berkata tak akan menemukan yang lain. Janji yang benar-benar kupercayai sebelum satu bulan ini.”
“aku tak melanggar janji itu. Sungguh. Kau tetap yang terbaik. Dan aku tak pernah menemukan yang lain. Yoona hadir karena sebuah alasan. Maafkan aku karena telah berubah.” Kau mengecup kedua mataku.
“kau tak berubah, demi apapun kau tak berubah. Hanya saja kebaradaanmu untukku sekarang benar benar berbeda” belum juga kering air mata tadi, tapi sekarang ia mengalir lagi.
Engkau tak memberikan jawaban. Malahan sebuah ciuman yang terasa asin karena tercampur air mata. Entah milik siapa, karena yang kuketahui kaupun menangis.
“mana dia?” yang kumaksud adalah Yoona. Perempuan yang mengharuskanku untuk berbagi dirimu yang awalnya milikku seorang.
“dia sudah kuantar pulang. Dia juga menitipkan salam dan permintaan maaf untukmu. Kau sudah sarapan sayang?” mengusap wajahku dengan tanganmu yang hangat. Aku benar-benar rindu dengan sentuhan ini.
“aku menerima salamnya. Permintaan maaf? Tak ada yang salah dalam masalah ini” ku pejamkan mata menikmati sentuhan ini. Benar-benar sudah lama sejak dia hadir kau tidak menyentuhku layaknya ini.
“sudah sarapan sayang?” pertanyaan yang sama dengan yang kuabaikan.
“belum dan tidak akan. Aku hanya ingin tidur seharian ini.”
Tanpa berkata apa-apa kau malah mengangkat tubuhku. Setelahnya aku sudah duduk di kursi meja makan. Baiklah, ini sedikit menaikkan mood ku.
“kau harus sarapan. Dan aku akan memasak untukmu hari ini Nona Moon Geunyoung” sebuah pemikiran gila terlintas di otakku ’ Ada baiknya juga dia datang diantara aku dan dirimu’. Karena sebelumnya kau tak pernah mau memasak untukku.
Ting tong….
Aissh, baru kali ini rasanya aku ingin sekali mengutuk sebuah benda mati semacam bel yang telah mengganggu kesenanganku. Baru saja kau akan memegang pisau, tapi benda itu harus berbunyi mengganggu.
“biar aku yang membuka sayang.” Aku segera melangkah ke ruang depan untuk melihat siapa yang bertamu pagi-pagi dan mengganggu kegiatan langka aku dan dirimu. Seorang perempuan tampak dari layar. Siapa dia?
“sepertinya kau harus memasak untuk tiga orang. Ada tamu” aku beteriak bermaksud agar kau mendengarnya. Dan itu berhasil.
“annyeonghaseyo onni” saat membuka pintu tamu itu langsung membungkuk dalam. Kenapa dia? Dan sebenarnya dia siapa? Yang masuk ke otakku saat melihat wajahnya adalah dia cantik. Oh, bukan tapi dia sangat cantik.
“silahkan masuk. Aku harus kebelakang sebentar” kupersilahkan dia masuk. Walaupun tak mengenalnya, tapi sepertinya dia bukan orang jahat. Dan aku harus kebelakang untuk mengganti piyama ini dengan pakaian yang lebih layak untuk menyambut seorang tamu.
“siapa?” dengan tomat utuh di tangan kananmu kau malah melesat keluar dan meninggalkan dapur. Dan jangan lupakan sebuah kecupan di pipi yang berhasil mencegatku disekat antara ruang tamu dan dapur ini.
“Annyeong oppa” dia menyapamu, dan reaksi yang kau berikan? Malah tampak seperti orang yang telah tertangkap melakukan dosa.
“Yoona, apa yang kau lakukan disini?” tunggu? Apa kau bilang? Kau menyebutnya siapa? Yoona??
“Yoona?” berbalik kearah tamu yang kau sebut sebagai Yoona tadi. Jadi diakah Yoona itu?
“Mianhamnida onni. Jeongmal mianhamnida” otakku blank. Suaranya terdengar. apa yang dilakukannya aku sadar. Melihat dia yang bersimpuh di kakiku sambil menangis. Tapi tanggapanku? Tak ada. Hanya air mata yang mengalir sebagai jawaban tindakannya yang malah menangis semakin keras.
*vii9_9vii*
07.30 a.m
Oh tuhan, suasana macam apa ini? Hening, suram. Duduk di meja makan dengan tiga orang . Aku, kau dan DIA. Harusnya hanya ada aku dan kau. Tapi kenapa dia…
“Mianhamnida onni” oh ayolah. Sudah berapa kali dia mengatakan hal yang sama. Aku saja sudah bosan mendengarnya.
“kita bahas ini nanti. Sarapan dulu” kau bicara dengan nada kelewat tegas. Lagi aku akan bertanya. Suasana macam apa ini? Ini terlalu dingin, dan aku benci. Mungkin ada baiknya aku mendengarkan titahmu agar suasana ini cepat berganti. Demi apapun aku tidak suka melihat wajah dinginmu itu sayang.
Sepuluh menit tersuram yang aku alami selama berada di apartemen ini telah terlewat. Kita –aku, kau dan dia- sudah ada di ruang depan. kau memilih duduk diantara kami. Inikah rasanya berbagi? Yang dulunya hanya aku, tapi sekarang sudah ada perempuan lain disampingmu.
“Geunyoung, ini Im Yoona. Dia adalah anak dari direktur kita” aku melirik kearahnya. Dia hanya tersenyum canggung dan selanjutnya menunduk dalam dengan sebuah kalimat terdengar “sekaligus calon istrimu oppa”
“APA?? Kita tidak pernah membahas tentang ini Kim Jongwoon!” baiklah, maaf bila perkataanku terlalu kasar kepadamu. Tapi apa maksud dari CALON ISTRI? “pernikahan kita 1 bulan lagi!” teriakku kasar kearahmu.
“pernikahan kami juga dilaksanakan 1 bulan lagi” sergah dia cepat. Apa lagi ini?
“Yoona, sabaiknya kau pulang sekarang. Aku harus bicara dengan Geunyoung!” perintah tegasmu yang kalau diperuntukkan bagiku tak mungkin bisa kulanggar. Tapi dia? Dia malah segara bergerak cepat kearahku dan sekali lagi dia bersimpuh di kakiku. Permohonan lagi-lagi keluar dari kata-katanya.
“aku mohon onni. Biarkan kami menikah. Aku benar-benar tak bisa hidup tanpa Yesung oppa. Aku mohon, sudilah untuk berbagi denganku onni”
Memangnya apa yang telah kau lakukan terhadapnya sampai ia tak bisa hidup tanpamu. Kau itu YESUNGKU. Aku tak pernah berfikir berbagi yang dulunya kumaklumi itu sampai harus berbagi status sebagai istrimu.
“oppa lepaskan. Biarakan onni mengabulkan permohonanku. Lepaskan” kau menyeretnya keluar dari hunian kita ini. Hunian kita, hanya kau dan aku tanpa dia.
*vii9_9vii*
08.00 p.m
Seharian aku mendiamkanmu. Apapun yang keluar dari bibirmu kulewatkan bak angin lalu. Bahkan sentuhan mu yang biasanya selalu berhasil membujukku tak juga mempan. Apapun, apapun yang kau lakukan sayang, kali ini kau benar-benar tak bisa menggubrisku.
“Sayang, kumohon katakan sesuatu. Jangan seperti ini” lagi kau membujukku. Aku yang sekarang tidur membelakangimu hanya diam tak bergeming walaupun rengkuhan hangatmu membelengguku. Sebenarnya aku tak sanggup, sungguh. Melihatmu memohon sedari tadi cukup membuatku teriris. Dan pada akhirnya…
“aku salah tentang ‘menginap di hotel mana saja’ itu. Mana mungkin aku merelakanmu pergi bersamanya dibelakangku? Jongwoon, sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah dulunya kau hanya dititipkan oleh direktur akan dirinya?” pertanyaanku pada dirimu.
“berbaliklah sayang” membisikkan kata itu tepat di telingaku. Aku berbalik menatap dirimu. Oh, aku sungguh mencintai sosokmu Kim Jongwoon. Tapi kenapa ada pengkhianatan ini dari dirimu?
“Maaf…” satu kata yang baru kau ucapkan tapi cairan bening itu sudah mengalir dari mata indahmu. Sebesar apakah kesalahan yang kau perbuat?
“aku…” lagi kau tak dapat melanjutkannya.
“berterus terang akan lebih memperbaiki keadaan sayang” aku berkata lembut. Padahal kenyataannya aku belum siap akan sesuatu yang akan kau ceritakan.
“aku telah merenggutnya” perkataanmu singkat. Namun sangat bisa kumengerti. Mengerti akan maksud dari kata ‘merenggut’ yang kau ucapkan. Untuk sesaat aku merasa sangat marah. Sangat ingin memakimu. Tapi tatapan penyesalan itu langsung meluluhkan hatiku. Mendinginkan otakku.
“bahkan kau melakukan hal yang belum pernah kau lakukan padaku. Hah, ternyata aku bukan lagi yang pertama. Kalau memang begitu nikahilah dia sayang” terlalu bodohkah diriku? Ya, demi kau aku rela menjadi perempuan terbodoh yang ada didunia, perempuan yang rela membagi cinta.
“Geunyoung. Jangan bercanda. Mana mungkin aku menikah dengannya? Aku hanya akan menikah denganmu.” Lalu sebuah ciuman singgah dibibirku.
“demi apapun Kim Jongwoon. Nikahilah dia. Aku juga seorang perempuan, aku tau bagaimana posisinya. Bagaimana mungkin setelah melakukannya kau tak… kau tak…” tak sanggup aku melanjutkannya. Lagi-lagi hanya tangisan yang kusuguhkan kepadamu. kenapa aku begitu lemah?
Membungkam isakan tangisku dengan ciumanmu. Tak sesederhana yang kukatakan tadi, ini benar-benar menyakitkan. Kau tak akan pernah tahu rasanya. Begitu juga dia.
“sentuh aku” entah apa yang melintas di otakku tapi aku benar-benar ingin kau menyentuhku lebih dari yang biasa kau lakukan.
“apa? Tidak! Aku tidak akan melakukannya” kau menyanggah cepat.
“kenapa tidak? Kau mencintaiku kan?” aku membentakmu. Kedua kalinya dihari ini.
“aku mencintaimu. Sangat, sangat mencintaimu. Tapi tak seperti ini. Aku tidak akan melakukannya sebelum kita menikah. Tidak akan pernah” kau balik membentak dan pertama kalinya kau melakukan hal itu. Cukup membuatku terpaku.
“sentuh aku seperti kau menyentuhnya!” tak mau kalah dengan keputusanmu itu. Tapi yang kudapat malah kau yang segera menjauh dariku dan seperti ingin beranjak dari tempat ini.
“mau kemana?” aku menahan lenganmu, tak ingin kau beranjak dari sini.
“kalau kau tetap memaksa aku akan pindah kekamarku” hey, kenapa malah dirimu yang marah kepadaku. Disini yag memiliki kesalahan fatal itu dirimu.
“tetaplah disini, kumohon.” Dan pada akhirnya aku jugalah yang memohon kepadamu.
Berbalik lagi kearahku, kau ikut merebahkan diri tepat disampingku. “tidurlah, kau terlalu lelah hari ini sayang.” Tak seperti biasanya, kali ini hanya kecupan di puncak kepala yang kudapat. Permintaan bodoh ku tadi sepertinya benar-benar menghancurkan mood mu.
*vii9_9vii*
One week later
Satu minggu. Waktu yang sangat cepat –setidaknya menurutku- untuk menyelesaikan dan mencari titik terang masalah ini. Saat kau, aku dan juga dia harus duduk satu ruangan dan membicarakan semuanya. Termasuk rencana pernikahan kita. Rencana pernikahan KAU, AKU dan juga DIA. Kita –aku dan kau- harus merubah semua yang telah kita rencanakan sebelumnya. SEMUA. Benar-benar SEMUANYA yang harus kita rubah. Bahkan tempat hunian kitapun harus berubah. Yang dahulunya apartemen KITA semenjak kuliah menjadi sebuah rumah mewah. Ayah Yoona lah yang memberikannya. Ayahnya, direktur di perusahaan tempat kita bekerja.
“Oppa kau mau warna apa untuk kamar kita? Tapi jangan merah ya, warna itu terlalu seram menurutku. Bagaimana kalau biru?” yah, dia sedang bergelayut manja pada lenganmu. Padahal aku berada disebelah kananmu –dan dia dikiri-. Hanya diam tak menanggapi, toh aku harus membiasakan diri dengan sifat manjanya terhadapmu.
“Yoona, bisa tidak tanganmu tidak usah bergelayut seperti ini?” kau berusaha melepaskan diri dari tangannya.
“Orang hamil harus dimanja Jongwoon” aku berkata manis, padahal mataku menatap sinis.
“Mianhe onni” barulah dia melepaskan dirimu. Aneh, padahal jelas-jelas aku mengizinkan. Mengizinkan? Ya, karena apapun yang akan dia lakukan terhadap dirimu harus mendapat izin dariku. Karena kau adalah MILIKKU, walau tak sepenuhnya setidaknya aku lebih dulu.
“berhenti memanggilku dengan nama Jongwoon sayang” kau menatap kearahku dan malah mengacuhkan Yoona disana.
“Lalu apa? Sekarang kau bukan sepenuhnya untukku, kalaupun harus kupanggil dengan sebutan ‘sayang’ berarti Yoona juga. Dan maaf, untuk hal itu aku sedikit egois. Hanya aku yang boleh menyebutmu dengan panggilan itu” aku menegaskan kata-kataku. Aku posesif? Maaf kalau begitu, tapi aku tak bisa jika harus berbagi semuanya.
”baiklah, tapi jangan panggil aku Jongwoon”
“aku akan tetap memanggilmu Jongwoon, aku tak terbiasa dengan nama Yesung. Sudah selesaikan melihat-lihat rumahnya? Aku ingin pulang Jongwoon , aku lelah, ingin segera tidur.” tanpa memperdulikan apa reaksimu dan juga dia aku segera melangkah keluar dari rumah yang menurutku terlalu megah. “Aku ingin cepat pulang!!” sedikit berteriak agar suaraku terdengar kedalam. Berharap kau segera sadar dan mengantarku pulang.
*vii9_9vii*
Wedding day
Pernikahan ini sangat indah. Gereja yang begitu megah, dengan hiasan serba putih yang melambangkan betapa sucinya sebuah pernikahan. Gaun yang kelewat mewah, aku merasa seakan menjadi seorang putri saat memakainya. Seorang pengantin pria yang terlalu gagah, menanti di depan altar dengan tuxedo yang begitu pas di tubuhnya. Dan jangan lupakan gedung yang akan menjadi tempat resepsi nanti. Ah, aku bahkan tak bisa menggambarkannya. Sebuah pernikahan yang akan benar-benar menjadi sangat indah jika hanya aku yang menjadi pengantin wanitanya. Tapi sayang, itu hanyalah khayalan. Karena kenyataannya akan ada dua pengantin wanita disini. Ya, AKU dan DIA.
Kami, ah bukan kami. Tapi AKU dan DIA melangkah ke depan altar beriringan dengan digandeng ayah masing-masing. Sementara kau berdiri disana dengan senyum antara bahagia dan canggung.
“Tolong jaga anakku Kim Jongwoon. Jangan kau sakiti dia lagi” ayahku memberikan titah kepadamu sambil menyerahkan tanganku. “percayakan dia padaku” jawabmu tegas dan menyambut hangat jemariku. Setelahnya kau menoleh kekiri dan disanalah dia dan ayahnya berdiri.
“bahagiakanlah anakku” direktur –yang tak lain adalah ayahnya- melakukan hal yang sama begitupun dengan dirimu.
Pengucapan janji pernikahan dimulai. Aku mengucapkannya terlebih dahulu, disusul dia dan terakhir dirimu. Agak sedikit berbeda dengan janji pernikahan biasanya, karena pada kasus ini ada dua pengantin wanita yang harus kau beri janji.
Aku tak bisa menahan tangis. Tangis antara bahagia dan sedikit terluka saat kau menyematkan cincin dijariku dan juga dijarinya. Bahagia karena impianku untuk menikah denganmu tersampaikan, dan sedikit terluka karena bukan hanya aku. Dan prosesi sakral ini berakhir dengan ciuman yang sampai dibibirku dan juga dia.
*vii9_9vii*
Night, 10.00 p.m
Lagi, kita melangkah masuk kerumah megah ini dan berakhir dikamar super luas yang dengan bed super besar karena akan ditempati oleh tiga orang nantinya. Yah, ini sekedar untuk keadilan. Aku dan dia –akan selalu begini karena aku tak mau menyebut sebagai ‘kami’- duduk di setiap sisi bed ini. Betapa lelahnya hari ini, karena yang harus dilayani bukan hanya tamuku dan dirimu tapi juga tamu dia. Beberapa dari mereka bahkan memuji –atau malah mengejek- kita tentang pernikahan yang sedikit ‘fantastis’ ini.
“yeobo, kau tidak terlalu lelah kan?” kau memelukku mesra layaknya hanya ada kita berdua di ruangan ini. Sayang, kau tidak terlalu bodohkan sampai melupakan satu orang lain diruangan ini? Aku melirik kearahnya yang kini malah seperti orang salah tingkah.
“Jongwoon, bukan hanya kita yang ada disini” aku memukul kepalamu –tapi dengan lembut- dan segera melepaskan tangan yang membelenggu pinggangku.
“emmm, Yoona. Bisakah malam ini kami hanya tidur berdua? Kalau kau mau menggunakan kamar ini tidak apa-apa. Kami bisa pindah ke kamar tamu” permintaan apa itu? Dia istrimu juga, kau gila ha?
“bagaimana mungkin. Dia tetaplah istrimu. Tidak usah Yoona” dia yang awalnya sudah akan beranjak terhenti mendengar kata-kataku.
“tapi kan…” dan instrupsimu terganggu karena kalimat yang keluar dari bibirnya.
“Tidak apa-apa onni. Aku akan pindah. Hanya malam ini kan? Hehe” dia segera melanjutkan langkahnya keluar.
*vii9_9vii*
-Author’s POV-
Belum juga Yoona menutup pintu kamar itu sepenuhnya, tapi Yesung sudah ‘menyerang’ Geunyoung dengan ciumannya. Dan Yoona pun semakin mempercepat langkahnya ke kamar tamu. Disana ia segera mengambil iPod yang sengaja disediakannya. “Untung aku sudah meminta peredam suara untuk kamar itu. Hah, jangan bayangkan Yoona, jangan bayangkan” seperti berusaha untuk menghipnotis dirinya sendiri Yoona mengulang kalimat terakhir yang dia ucapkan berkali kali.
-THE END-